Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuuh,,
Saudara-saudariku,,,
Alkisah, ada seorang hamba yang amat rajin mengerjakan shalat malam, bermunajat dan senantiasa berkhalwat dengan Allah di dalam pekatnya gulita. Setiap malam kedua matanya tidak terhindar dari derai air matanya yang hingga membasahi jenggotnya. Ia berbisik lirih memohon beberapa permintaan dan pengharapan. Di antara permintaanya adalah agar segera di angkat kemiskinan yang menjadi selimut kehidupannya selama ini.
Dari waktu ke waktu, tahun ke tahun, hingga putih rambutnya, namun tak kunjung jua permintaan itu dikabulkan oleh Allah.
Ketika ia masih bekerja menjadi pegawai yang punya kedudukan “basah”, uang dan kesenangan adalah kawan akrab baginya. Hingga suatu saat ia mendengar ceramah yang menjelaskan penyelewengan yang juga sering ia lakukan selama ini hukumnya haram dan tidak membawa keberkahan. Kelak penyelewengan ini akan berhadapan dengan hukum Allah di akhirat… bergetar hatinya, masuk hidayah Allah atasnya. Sejak itu, ia tidak pernah lagi melakukan perbuatan kotor. Justru semakin rajin ia melakukan shalat lail dan mengadu nasibnya hanya kepada Allah agar diberi harta yang halal dan rezeki yang lapang dalam menghadapi hidup ini.
Seakan kena kualat (karena meninggalkan perbuatan haram itu), berangsur-angsur penghasilannya semakin menurun, dia sekeluarga sering sakit. Tidak hanya itu, anak satu-satunya meninggal setelah menjalani perawatan beberapa minggu di rumah sakit. Badannya yang dulu sehat pun kini semakin kurus.
Sampai saat itu ia masih bersabar, tak pernah terucap dari mulutnya kata-kata keluhan dan makian atas apa yang menimpanya. Malahan, menjadikannya semakin khusu’ untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan, malang yang tidak kunjung padam tersebut, korupsi yang dahulu ia lakukan bertahun-tahun silam terungkap, maka ia dan beberapa orang rekannya terkena pemecatan dengan tidak hormat. Astagfirullahal adziim, semakin berat rasanya hidup ini bagi dia.
Tambah satu kalimat panjang di malam harinya ia mengadu kehadapan Rabb-nya, menangis, dan perih rasa batinnya. Setiap dalam sedihnya ia berdoa, selalu ada bisikan lirih dihatinya, “Apa yang engkau harapkan itu dekat sekali, bila engkau bertaqwa”, setiap mendengar bisikan itu, timbul semangatnya.
Kini, setelah dipecat, ia berdagang. Dagangannya tidak pernah untung, sehingga utangnya semakin bertumpuk-tumpuk. Sementara, musibah semakin seakan tidak berujung.
Setelah puluhan tahun ke depan sejak ia dekat dengan Allah setiap malamnya, tidak bisa juga mengubah hidupnya. Sejak puluhan tahun ia mendengar bisikan di atas, tidak juga tampak yang dijanjikan-Nya. Mulailah timbul pemikiran yang tidak baik. Hingga ia berkesimpulan, tampaknya Allah tidak ridha terhadap do'anya selama ini.
Maka, pada malam harinya ia berdoa kepada Allah, “Wahai Allah yang menciptakan malam dan siang, yang dengan mudah menciptakan diriku yang nyaris sempurna ini, karena Engkau tidak mengabulkan permintaanku hingga saat ini maka mulai besok aku tidak akan meminta dan mengerjakan shalat lagi kepada-Mu. Aku akan rajin berusaha agar tidaklah harus beralasan bahwa semua tergantung dari-Mu. Maafkan aku selama ini, ampuni aku selama ini, menganggap diriku sudah dekat dengan-Mu!”
Ia tutup doa dengan perasaan berat. Kemudian berbaring dengan pemikiran menerawang hingga ia tidak mengetahui kapan ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi, mimpi yang membuatnya makin merasa bersalah. Seakan ia melihat suatu padang luas bermandikan cahaya yang menakjubkan, dan puluhan ribu atau mungkin jutaan makhluk bercahaya duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk takut.
Ketika ia mencoba mengangkat wajahnya untuk melihat kepada siapa mereka bersimpuh, ia tidak mampu. Kepala dan matanya tidak mampu memandang dengan menengadah. Ia hanya dapat melihat para makhluk yang duduk dihadapan Sesuatu Yang Dahsyat. Terdengar olehnya suara pertanyaan, “Bagaimana hamba-Ku si Fulan, hai malaikat-Ku?” seorang berdiri dengan tubuh gemetar karena takut, dan bersuara dengan lirih, “Subhanaka yaa maalikul quddus, Engkau lebih tahu keadaan hamba-Mu itu. Dia mengatakan demikian,’Wahai Allah yang menciptakan malam dan siang, yang dengan mudah menciptakan diriku yang nyaris sempurna ini, karena Engkau tidak mengabulkan permintaanku hingga saat ini maka mulai besok aku tidak akan meminta dan mengerjakan shalat lagi kepada-Mu. Aku akan rajin berusaha agar tidaklah harus beralasan bahwa semua tergantung dari-Mu. Maafkan aku selama ini, ampuni aku selama ini, menganggap diriku sudah dekat dengan-Mu!’, ampuni dia ya aziz, ya al-Ghafuurur Rahiim”
Tersentaklah dia. “Itu kata-kataku semalam” pikirnya.
Kemudian terdengar suara lagi, “Sayang sekali, padahal Aku sangat menyukainya,sangat mencintainya, dan Aku paling suka melihat wajahnya yang terpendam menangis, bersimpuh dengan menengadahkan tangannya yang gemetar kepada-Ku, dengan bisikan-bisikan permohonannya kepada-Ku, dengan permintaan-permintaannya kepada-Ku, sehingga tak ingin cepat-cepat Ku kabulkan apa yang hendak Aku berikan kepadanya agar lebih lama dan sering Aku memandang wajahnya, Aku percepat cinta-Ku kepadanya dengan Aku bersihkan ia dari daging haram badannya dengan Ku berikan sakit yang ringan. Aku sangat menyukai keikhlasan hatinya disaat Aku ambil putranya, disaat Ku beri cobaan tak pernah Ku dengar keluhan kesal dan menyesal dari mulutnya. Aku rindu kepadanya. Rindukah ia kepada-Ku, hai malaikat-malaikat-Ku?” suasana hening, tak ada jawaban.
Ia menyesal atas pernyataan-pernyataan semalam. Ingin ia berteriak untuk menjawab dan minta ampun, tapi suaranya tak terdengar, bising dalam hatinya karenanya. “Ini aku, ya Rabbi…ini aku. Ampuni aku, ya Rabbi, maafkan kata-kataku!” semakin takut rasanya ketika mereka tampak tidak mendengar, hingga mengalirlah airmatanya.
Astaghfirullah! Dia terbangun dari mimpinya… segera ia berwudhu, dan kembali bersujud dengan bertambah khusu’. Ia kembali menjalankan shalat dengan bertambah panjang dari biasanya. Ia kembali bermunajat dan berbisik-bisik memanjatkan do'a-do'anya kepada sang Khaliq dan berjanji tak akan lagi mengulangi sikap semalam, selama-lamanya.
“…Ya Allah, ya Rabbi…jangan Engkau ungkit-ungkit lagi kebodohanku yang lalu, ini aku hamba-Mu yang tidak pintar berkata manis, datang dengan berlumuran dosa dan segunung masalah dan harapan. Apapun dari-Mu asal Engkau tidak membenciku, aku rela. Ya Allah, aku rindu pada-Mu…”
Subhanallah,,,,,
Semoga bermanfaat untuk bahan renungan kita agar senantiasa kita tidak berputus asa dalam do'a dan pengharapan kepadaNya. Tetapkan berhusnuzon kepadaNya, karena sebaik-baik rencana adalah rencanaNya....
0 comments:
Post a Comment